Sabtu, 24 Maret 2012

Hukum Perjanjian


       I.            Pengertian

Perjanjian atau kontrak adalah suatu peristiwa di mana seorang atau satu pihak berjanji kepada seorang atau pihak lain atau di mana dua orang atau dua pihak itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal (Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia). Oleh karenanya, perjanjian itu berlaku sebagai suatu undang-undang bagi pihak yang saling mengikatkan diri, serta mengakibatkan timbulnya suatu hubungan antara dua orang atau dua pihak tersebut yang dinamakan perikatan

    II.            Standar Kontrak

Menurut Remi Syahdeini, keabsahan berlakunya kontrak baru tidak perlu lagi dipersoalkan karena kontrak baru eksistensinya sudah merupakan kenyataan.
Kontrak baru lahir dari kebutuhan masyarakat. Dunia bisnis  tidak dapat berlangsung dengan kontrak baru yang masih dipersoalkan.
Suatu kontrak harus berisi:
a.       Nama dan tanda tangan pihak-pihak yang membuat kontrak.
b.      Subjek dan jangka waktu kontrak
c.       Lingkup kontrak
d.      Dasar-dasar pelaksanaan kontrak
e.        Kewajiban dan tanggung jawab
f.       Pembatalan kontrak
g.      Menurut Mariam Darus, standar kontrak terbagi 2 yaitu umum dan khusus.
h.      Kontrak standar umum artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada debitur.
i.        Kontrak standar khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.


 III.            Macam-macam Perjanjian

a.   Perjanjian dengan cumua-Cuma dan perjanjian dengan beban.
Perjanjian dengan Cuma-Cuma ialah suatu perjanjian dimana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. (Pasal 1314 ayat (2) KUHPerdata).
Perjanjian dengan beban ialah suatu perjanjian dimana salah satu pihak memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain dengan menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.
b. Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik.
Perjanjian sepihak adalah suatu perjanjian dimana hanya terdapat kewajiban pada salah satu pihak saja.
Perjanjian timbal balik ialah suatu perjanjian yang memberi kewajiban dan hak kepada kedua belah pihak.
c. Perjanjian konsensuil, formal dan riil.
Perjanjian konsensuil ialah perjanjian dianggap sah apabila ada kata sepakat antara kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut.
Perjanjian formil ialah perjanjian yang harus dilakukan dengan suatu bentuk tertentu, yaitu dengan cara tertulis.
Perjanjian riil ialah suatu perjanjian dimana selain diperlukan adanya kata sepakat, harus diserahkan.
d. Perjanjian bernama, tidak bernama, dan campuran.
Perjanjian bernama ialah suatu perjanjian dimana UU telah mengaturnya dengan ketentuan-ketentuan khusus yaitu dalam Bab V sampai bab XIII KUHerdata ditambah titel VIIA.
Perjanjian tidak bernama ialah perjanjian yang tidak diatur secara khusus.
Perjanjian campuran ialah perjanjian yang mengandung berbagai perjanjian yang sulit di kualifikasikan.

VN:F [1.6.8_931]



Sumber :
1.      http://id.wikipedia.org/wiki/Perjanjian               24/03/2012      03.10pm
2.      http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/standar-kontrak-hukum-perjanjian/                      24/03/2012                  03.25pm
3.      http://vanezintania.wordpress.com/2011/05/13/macam-macam-perjanjian/                  24/03/2012                  03.35pm






Hukum Perikatan

Hukum Perikatan
       I.            Pengertian Hukum Perikatan

 PERIKATAN ATAU VERBINTENISSENRECHT adalah merupakan hubungan yang terjadi di antara dua orang atau lebih dalam harta kekayaan, dengan pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu.

KUHPerdata dalam Buku III menyebutkan tentang Perikatan. Perikatan dapat timbul karena : 1. Perjanjian, 2. Undang-Undang. Ad 1 : Perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana pihak yang satu berjanji kepada pihak yang lain untuk melaksanakan suatu hal. Dari perjanjian ini ditimbulkan suatu peristiwa berupa hubungan hukum antara kedua belah pihak. Hubungan tersebut dinamakan Perikatan. Ad 2 : a. Karena UU saja b. Karena perbuatan manusia

    II.            Azas azaz Hukum Perikatan


Asas-Asas dalam Hukum Perjanjian adalah : Asas Kebebasan Berkontrak Pasal 1338 BW menyatakan bahwa “ Segala sesuatu perjanjian dibuat secara sah oleh para pihak, berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya “ Sistem terbuka adalah bahwa “ Dalam membuat perjanjian para pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjian sebagai Undang-Undang bagi mereka sendiri “

a.       Asas Konsensualitas Bahwa perjanjian tersebut lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Asas Konsensualisme dapat disimpulkan dalam pasal 1320 BW “ Sahnya suatu perjanjian adalah : 1. Kata sepakat, 2. Cakap bertindak, 3. Sesuatu hal tertentu, 4. Causa yang halal.

Ad 1 : Kata Sepakat Bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian harus sepakat, setuju dan seia sekata dalam hal yang pokok dari perjanjian yang akan diadakan.

Ad 2 : Cakap Bahwa yang melakukan perjanjian adalah orang yang harus dewasa.

Ad 3 : Sesuatu hal tertentu Artinya apa yang harus diperjanjikan harus jelas dan terperinci, sehingga diketahui hak dan kewajiban para pihak.

Ad 4 : Causa yang halal Artinya bahwa isi daripada perjanjian tersebut harus mempunyai tujuan/causa yang diperbolehkan oleh UU, kesusilaan dan ketertiban umum.

 Syarat 1 dan 2 disebut syarat subyektif, sedangan 3 dan 4 disebut syarat objektifnya Apabila syarat subyektif tidak dipenuhi, maka salah satu pihak dapat dimintakan pembatalannya (canceling), Sedang apabila syaray objektif tidak dipenuhi, maka perjanjian batal demi hukum yang artinya perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada (null and void)

Bagian daripada perjanjian adalah : Bagian Inti/Ensensial merupakan bagian yang sifatnya harus ada di dalam perjanjian. Bagian ini menentukan perjanjian itu ada. Bagian Bukan Inti Naturalia mrpkan sifat yang dibawa oleh perjanjian ( menjamin tidak ada cacad dlm benda yang akan dijual), Aksidentialita mrpkan sifat yang melekat pada perjanjian


 III.            Wanprestasi

Wanprestasi imbul apabila salah satu pihak tidak melakukan apa yang diperjanjikan.

Bentuk dari wanprestasi adalah :
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan,
b. Melaksanakan apa yang diperjanjikan tetapi tidak sebagaimana mestinya,
c. Melakukan apa yang diperjanjikan tetapi terlambat,
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Hukuman bagi Debitur yang dianggap wanprestasi adalah :

a.       Membayar kerugian yang diderita Kreditur, ( Biaya, Rugi dan Bunga )

b.      Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian,

c.       Peralihan resiko, Resiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak. Membayar biaya perkara.

Pembelaan Debitur yang dituduh wanprestasi adalah :  

a.       Mengajukan tuntutan adanya keadaan memaksa ( overmacht/force majeur ),

b.      Mengajukan bahwa Kreditor juga lalai (exceptio non adimpleti contractus),

c.       Pelepasan Hak (rechtverwerking).

Pasal 1381 BW menyebutkan bahwa hapusnya Perikatan adalah : Pembayaran, Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan barang, Pembaharuan hutang, Perjumpaan hutang/kompensasi, Percampuran hutang, Pembebasan hutang, Musnahnya suatu barang, Pembatalan, Berlakunya syarat Batal, Lewat Waktu.
Sumber :
1.      http://www.slideshare.net/diarta/hukum-perikatan        24/03/2012      02.50pm

Hukum Perdata


Hukum Perdata
       I.            Pengertuan Hukum Perdata

Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat.

    II.            Sejarah Singkat Hukum Perdata

Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu yang disusun berdasarkan hukum Romawi 'Corpus Juris Civilis'yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut (hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813)
Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP KEMPER namun sayangnya KEMPER meninggal dunia 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh NICOLAI yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia. Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :
  • BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda).
  • WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang]
Kodifikasi ini menurut Prof Mr J, Van Kan BW adalah merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda
 III.            Hukum Perdata yang Berlaku di Indonesia

Keadaan hukum perdata di Indonesia sekarang ini masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka ragam. Faktor yang mempengaruhinya antara lain :

1. Faktor etnis
2. Faktor hysteria yuridis yang dapat kita lihat pada pasal 163 I.S yang membagi penduduk Indonesia dalam 3 golongan, yaitu :

a. Golongan eropa
b. Golongan bumi putera (pribumi/bangsa Indonesia asli)
c. Golongan timur asing (bangsa cina, India, arab)

Untuk golongan warga Negara bukan asli yang bukan berasal dari tionghoa atau eropa berlaku sebagian dari BW yaitu hanya bagian-bagian yang mengenai hukum-hukum kekayaan harta benda, jadi tidak mengenai hukum kepribadian dan kekeluargaan maupun yang mengenai hukum warisan.
Pedoman politik bagi pemerintahan hindia belanda terhadap hukum di Indonesia ditulis dalam pasal 131, I.S yang sebelumnya terdapat pada pasal 75 RR (Regeringsreglement) yang pokok-pokonya sebagai berikut :
1. Hukum perdata dan dagang (begitu pula hukum pidana beserta hukum acara perdata dan hukum acara pidana harus diletakkan dalam kitab undang-undang yaitu di kodifikasi).
2. Untuk golongan bangsa eropa harus dianut perundang-undangan yang berlaku di negeri belanda (sesuai azas konkordasi).
3. Untuk golongan bangsa Indonesia dan timur asing jika ternyata kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya.
4. Orang Indonesia asli dan timur asinng, selama mereka belum ditundukkan di bawah suatu peraturan bersama dengan suatu bangsa eropa.
5. Sebelumnya hukum untuk bangsa Indonesia ditulis dalam undang-undang maka bagi mereka hukum yang berlaku adalah hukum adat.

 IV.            Sistematika Hukum Perdata di Indonesia

Sistematika Hukum Perdata kita (BW) ada 2 pendapat.
Pendapat yang pertama yaitu, dari pemberlaku Undang-Undang berisi:
Buku I               : berisi mengenai orang. Di dalamnya diatur hukum tentang diri seseorang dan hukum kekeluargaan.
Buku II              : berisi tentang hal benda. Dan di dalamnya diatur hukum kebendaan dan   hukum waris.
Buku III             : berisi tentang perikatan. Di dalamnya diatur hak-hak dan kewajiban timbal balik antara orang-orang atau pihak-pihak tertentu.
Buku IV            : berisi tentang pembuktian dan daluarsa. Di dalamnya diatur tentang alat-alat pembuktian dan akibat-akibat hukum yang timbul dari adanya daluwarsa itu.
Pendapat pembentuk Undang-Undang (BW)
a.       Buku 1              : mengenai orang
b.      Buku II              : mengenai benda
c.       Buku III             : mengenai perikatan
d.      Buku IV                        : mengenai pembuktian
Pendapat yang kedua menurut Ilmu Hukum/ Doktrin dibagi dalam 4 bagian yaitu:
I.                    Hukum tentang diri seseorang (pribadi)
Mengatur tentang manusia sebagai subyek dalam hukum, mengatur tentang prihal kecakapan untuk memiliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-hak itu dan selanjutnya tentang hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu.
II.                  Hukum Kekeluargaan
Mengatur prihal hubungan-hubungan hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan yaitu:
-          Perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami dengan istri, hubungan antara orang tua dan anak, perwalian dan curatele.
III.                Hukum Kekayaan
Mengatur prihal hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang. Jika kita mengatakan tentang kekayaan seseorang maka yang dimaksudkan ialah jumlah dari segala hak dari kewajiabn orang itu dinilaikan dengan uang.
Hak-hak kekayaan terbagi lagi atas hak-hak yang berlaku terhadap tiap-tiap oarang, oleh karenanya dinamakan hak Mutlak dan hak yang hanya berlaku terhadap seseorang atau pihak tertentu saja dan karenanya di namakan hak perseorangan.
Hak mutlak yang memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan. Hak mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan.
Hak mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat.
-          Hak seorang pengarang atas karangannya
-          Hak seseorang atas suatu pendapat dalam lapangan Ilmu Pengetahuan atau hak pedagang untuk memakai sebuah merk, dinamakan hak mutlak saja.
IV.                Hukum Warisan
Mengatur tentang benda atau kekayaan seseorang jika ia meninggal. Disamping itu Hukum Warisan mengatur akibat-akibat dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang.

Sumber :
1.      http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_perdata                  24/03/2012         02.15pm
2.      http://bangbenzz.blogspot.com/2010/05/hukum-perdata-di-indonesia.html          24/03/2012             02.25pm
3.      http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/sistematika-hukum-perdata-di-indonesia-2/                   24/03/2012                     02.30pm



Subyek dan Obyek Hukum


SUBJEK DAN OBJEK HUKUM
1.      Subjek Hukum
Subjek adalah sesuatu yang menurut hukum dapat menjadi pendukung (dapat memiliki) hak dan kewajiban. Yang dapat dijadikan sebagai subjek hukum adalah manusia dan badan hukum.
a.       Subjek Hukum Manusia
Manusia biasa (natuurlijke persoon) manusia sebagai subyek hukum telah mempunyai hak dan mampu menjalankan haknya dan dijamin oleh hukum yang berlaku.
Setiap manusia pribadi (natuurlijke persoon) sesuai dengan hukum dianggap cakap bertindak sebagai subyek hukum kecuali dalam Undang-Undang dinyatakan tidak cakap seperti halnya dalam hukum telah dibedakan dari segi perbuatan-perbuatan hukum adalah sebagai berikut :
1.      Cakap melakukan perbuatan hukum adalah orang dewasa menurut hukum (telah berusia 21 tahun dan berakal sehat).
2.      Tidak cakap melakukan perbuatan hukum berdasarkan pasal 1330 KUH perdata tentang orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah :
3.      Orang-orang yang belum dewasa (belum mencapai usia 21 tahun).
4.      Orang ditaruh dibawah pengampuan (curatele) yang terjadi karena gangguan jiwa pemabuk atau pemboros.
5.      Orang wanita dalm perkawinan yang berstatus sebagai istri.
b.      Subjek Hukum Badan Hukum
Badan hukum (rechts persoon) merupakan badan-badan perkumpulan yakni orang-orang (persoon) yang diciptakan oleh hukum.
Badan hukum sebagai subyek hukum dapat bertindak hukum (melakukan perbuatan hukum) seperti manusia dengan demikian, badan hukum sebagai pembawa hak dan tidak berjiwa dapat melalukan sebagai pembawa hak manusia seperti dapat melakukan persetujuan-persetujuan dan memiliki kekayaan yang sama sekali terlepas dari kekayaan anggota-anggotanya.
Misalnya suatu perkumpulan dapat dimintakan pengesahan sebagai badan hukum dengan cara :
1.      Didirikan dengan akta notaris.
2.      Didaftarkan di kantor Panitera Pengadilan Negara setempat.
3.      Dimintakan pengesahan Anggaran Dasar (AD) kepada Menteri Kehakiman dan HAM, sedangkan khusus untuk badan hukum dana pensiun pengesahan anggaran dasarnya dilakukan Menteri Keuangan.
4.      Diumumkan dalam berita Negara Republik Indonesia.
Badan hukum dibedakan dalam 2 bentuk yaitu :
  1. Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon)
Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan publik untuk yang menyangkut kepentingan publik atau orang banyak atau negara umumnya.
  1. Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon)
Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan banyak orang di dalam badan hukum itu.
2.      Objek Hukum
Objek hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi objek dalam suatu hubungan hukum.
Objek hukum dibedakan antara lain :
o Benda berwujud dan tidak berwujud
o Benda bergerak dan tidak bergerak
Pentingnya dibedakan karena :
o Bezit (kedudukan berkuasa)
o Lavering (penyerahan)
o Bezwaring (pembebanan)
o Daluwarsa (Verjaring)
Hak Kebendaan yang Bersifat sebagai Pelunasan Utang (Hak Jaminan) Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan utang adalah hak jaminan yang melekat pada kreditur yang memberikan kewenangan kepadanya untuk melakukan ekekusi kepada benda melakukan yang dijadikan jaminan, jika debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian).
Perjanjian utang piutangn dalam KUHP tidak diatur secara terperinci, namun tersirat dalam pasal 1754 KUHP tentang perjanjian pinjam pengganti, yakni dikatakan bahwa bagi mereka yang meminjam harus mengembalikan dengan bentuk dan kualitas yang sama.
Unsur-unsur dari jaminan, yaitu :
1. Merupakan jaminan tambahan
2. Diserahkan oleh nasabah debitur kepada bank/kreditur
3. Untuk mendapatkan fasilitas kredit/pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
Kegunaan dari jaminan, yaitu :
1. Memberi hak dan kekuasaan kepada bank/kreditur untuk mendapatkan pelunasan agunan, apabila debitur melakukan cidera janji
2. Menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usahanya/proyeknya dengan merugikan diri sendiri dapat dicegah.
3. Memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya misalnya dalam pembayarn angsuran pokok kredit tiap bulannya.
Syarat-syarat benda jaminan :
1. Mempermudah diperolehnya kredit bagi pihak yang memerlukannya
2. Tidak melemahkan potensi/kekuatan si pencari kredit untuk melakukan dan meneruskan usahanya.
3. Memberikan informasi kepada debitur, bahwa barang jaminan setiap waktu dapat di eksekusi, bahkan diuangkan untuk melunasi utang si penerima (nasabah debitur)



Sumber :
1.      http://fernando-sitohang.blogspot.com/2011/02/subjek-dan-objek-hukum-ekonomi.html               24/03/2012            02.45pm