OKEZONE : 2012 segera berakhir. Meskipun
masih dibayangi krisis global, secara umum kinerja ekonomi Indonesia sepanjang
2012 cukup baik.
Berbagai variabel makroekonomi dan fiskal, juga berbagai indikator di sektor finansial dan sektor riil mengonfirmasikan hal tersebut. Untuk sektor finansial, perbaikan diwarnai dengan tren penguatan IHSG dan penurunan yield SUN secara persisten.
Ini merupakan buah positif dari peringkat investment grade yang disandang Indonesia saat ini. Stabilitas ekonomi juga relatif terjaga yang tercermin dari laju inflasi dan kurs rupiah yang terkendali. Inflasi kumulatif hingga November 2012 tercatat 3,73 persen (atau 4,32 persen yoy), masih berada pada sasaran inflasi 2012 sebesar 4,5 persen ±1 persen.
Sementara itu, perbaikan kinerja sektor riil tercermin dari penguatan investasi langsung yang realisasinya hingga triwulan III-2012 mencapai Rp230 triliun atau naik 27 persen dibandingkan tahun lalu. Kondisi ini tentu menciptakan efek pengganda yang tinggi bagi perekonomian.
Di lain pihak, tingginya konsumsi masyarakat telah berimplikasi pada penguatan kinerja impor dewasa ini. Namun, kinerja ekspor relatif masih lemah akibat rendahnya permintaan dunia sehingga neraca perdagangan cenderung defisit. Menyikapi hal ini, pemerintah akan terus mengupayakan berbagai terobosan guna meningkatkan kinerja ekspor seperti kebijakan diversifikasi baik dari sisi destinasi maupun komoditas ekspor. Hal yang paling penting, di tengah kontraksi global, ekonomi Indonesia tetap tumbuh cukup kuat.
Dalam tiga triwulan ini,ekonomi tumbuh rata-rata 6,3 persen dan pemerintah optimistis pertumbuhan agregat 2012 akan tetap di atas enam persen dengan dukungan dua mesin pertumbuhan, yaitu konsumsi masyarakat dan investasi. Dari sisi fiskal, ketahanan fiskal dewasa ini juga semakin kuat tercermin dari rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) yang cenderung turun.
Awal 2000, rasionya masih di atas 80 persen, dan kini turun menjadi 24 persen. Realisasi defisit fiskal dalam lima tahun terakhir dapat dijaga di kisaran satu persen dari PDB. Hal ini tentu akan meningkatkan fleksibilitas fiskal dalam pembiayaan pembangunan dan menunjukkan masih tersedianya ruang fiskal yang cukup untuk antisipasi dampak krisis global.
Prospek 2013
Pada 2013, pemerintah melihat ekonomi global masih diwarnai tekanan dan ketidakpastian. Karena itu, pemerintah telah menyiapkan sejumlah instrumen proteksi krisis untuk menjaga stabilitas pertumbuhan dan ekonomi. Untuk mengamankan target pertumbuhan 6,8 persen 2013, pemerintah akan tetap memaksimalkan dua mesin pertumbuhan, yaitu konsumsi masyarakat dan investasi.
Pentingnya penguatan konsumsi masyarakat didasari faktor alamiah bahwa Indonesia adalah negara dengan populasi terbesar ke-4 dunia, yaitu 240 juta jiwa. Dengan penduduk besar, berarti daya dukung konsumsi masyarakat terhadap pertumbuhan juga semakin besar. Terbukti, dalam tiga tahun terakhir, rata-rata distribusi konsumsi masyarakat terhadap pembentukan PDB mencapai 57 persen. Selain itu, melalui momentum demographic dividend (suatu fenomena di mana populasi didominasi oleh usia produktif) akan mendorong penguatan konsumsi masyarakat.
Tumbuhnya kelompok middle income class dewasa ini juga semakin memperkuat kontribusi konsumsi masyarakat terhadap pertumbuhan ekonomi. Diperkirakan, Indonesia akan menikmati puncak dari keuntungan tersebut di 2030. APBN 2013 juga didesain untuk memberikan penguatan bagi konsumsi masyarakat melalui berbagai program seperti Program Keluarga Harapan, Program Jamkesmas, dan PNPM Mandiri. Selain itu, penguatan konsumsi masyarakat juga dilakukan melalui alokasi berbagai subsidi baik subsidi energi maupun subsidi nonenergi.
Kebijakan yang tidak kalah penting untuk tetap menjaga daya beli masyarakat adalah kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebesar 55 persen mulai Januari 2013. Stimulus fiskal ini diharapkan akan efektif mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan tetap menjaga aspek kesetaraan ekonomi masyarakat.
Untuk meningkatkan investasi langsung, khususnya PMA, pemerintah akan terus menjaga iklim investasi yang baik dan mengevaluasi insentif fiskal. Saat ini, telah disediakan tax holiday untuk beberapa industri pionir, berupa pembebasan PPh Badan selama 5-10 tahun dan dua tahun berikutnya hanya membayar 50 persen PPh Badan.
Selain itu, juga disediakan tax allowance berupa fasilitas kemudahan berinvestasi dengan pengurangan penghasilan neto 30 persen, depresiasi dan amortisasi dipercepat, pengurangan tarif dividen, dan perpanjangan masa kompensasi kerugian. Melalui penguatan konsumsi masyarakat dan investasi, diharapkan resiliensi pertumbuhan ekonomi terhadap krisis dapat ditingkatkan.Ketika intensitas krisis semakin dalam dan kinerja ekspor terus melemah, konsumsi masyarakat dan investasi menjadi penyeimbang untuk tetap menjaga ekonomi agar bisa berekspansi.
Skenario ini terbukti efektif diterapkan ketika krisis 2008/2009. Bahkan diharapkan kontribusi komponen investasi terhadap pertumbuhan ekonomi 2013 (share to growth) akan melampaui konsumsi masyarakat. Selain kebijakan di atas, pemerintah juga telah menyiapkan sejumlah kebijakan strategis guna menjaga pertumbuhan dan stabilitas ekonomi 2013, seperti alokasi dana APBN untuk belanja modal yang lebih besar, yaitu Rp216 triliun atau meningkat 28 persen, pembentukan tim evaluasi untuk mendukung penyerapan belanja (TEPPA), peningkatan anggaran infrastruktur untuk mendukung ketahanan energi, ketahanan pangan, konektivitas domestik, serta destinasi pariwisata, dan merancang ulang kebijakan subsidi harga menjadi subsidi yang tepat sasaran.
Upaya efisiensi subsidi energi antara lain dilakukan melalui pengendalian volume dan beban subsidi BBM (sistem subsidi tertutup, pembatasan penggunaan BBM bersubsidi), program diversifikasi BBM ke energi alternatif, penyesuaian tarif tenaga listrik (TTL), menurunkan pemakaian BBM pada pembangkit listrik dan mengoptimalkan penggunaan gas, batu bara, panas bumi, dan energi non-BBM lainnya, serta menurunkan susut jaringan.
Dari sisi regulasi, pemerintah juga telah menerbitkan regulasi untuk pengadaan lahan untuk kepentingan umum (Perpres 71/2012) dan melalukan revisi terhadap aturan pengadaan barang/jasa pemerintah melalui Perpres70/ 2012. Pemerintah juga menyadari bahwa ekonomi Indonesia 2013 akan dihadapkan pada sejumlah tantangan berat mulai dari ketidakpastian pemulihan krisis Eropa, volatilitas harga minyak dunia dan komoditas lainnya, beban subsidi energi yang semakin besar, hingga percepatan pembangunan infrastruktur.
Bahkan ketidakpastian pemulihan krisis global saat ini pun telah berdampak pada perlambatan pertumbuhan di sejumlah negaranegara berkembang termasuk China dan India yang melambat hingga di bawah rata-rata pertumbuhan dua tahun terakhir. Namun, pertumbuhan ekonomi Indonesia justru cukup kuat dan stabil.
Menurut McKinsey (September, 2012) volatilitas pertumbuhan Indonesia merupakan yang terendah di dunia, hal ini juga didukung oleh pernyataan The Economist (November, 2012) bahwa Indonesia merupakan negara dengan pertumbuhan paling stabil selama 20 triwulan terakhir. Pencapaian tersebut menjadi momentum bagi Indonesia untuk terus mempertahankan pertumbuhan ekonomi di tengah krisis ekonomi dunia dengan memanfaatkan berbagai peluang emas seperti bonus demografi dan daya tarik investasi.
Di samping itu, pemerintah pun telah terbukti mampu menjaga stabilitas pertumbuhan tanpa mengorbankan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan kebijakan fiskalnya. Dengan kinerja makroekonomi dan fiskal yang baik dilanjutkan oleh kebijakan-kebijakan yang mendukung, pemerintah optimistis segala tantangan tersebut bisa dihadapi dengan baik.
Berbagai variabel makroekonomi dan fiskal, juga berbagai indikator di sektor finansial dan sektor riil mengonfirmasikan hal tersebut. Untuk sektor finansial, perbaikan diwarnai dengan tren penguatan IHSG dan penurunan yield SUN secara persisten.
Ini merupakan buah positif dari peringkat investment grade yang disandang Indonesia saat ini. Stabilitas ekonomi juga relatif terjaga yang tercermin dari laju inflasi dan kurs rupiah yang terkendali. Inflasi kumulatif hingga November 2012 tercatat 3,73 persen (atau 4,32 persen yoy), masih berada pada sasaran inflasi 2012 sebesar 4,5 persen ±1 persen.
Sementara itu, perbaikan kinerja sektor riil tercermin dari penguatan investasi langsung yang realisasinya hingga triwulan III-2012 mencapai Rp230 triliun atau naik 27 persen dibandingkan tahun lalu. Kondisi ini tentu menciptakan efek pengganda yang tinggi bagi perekonomian.
Di lain pihak, tingginya konsumsi masyarakat telah berimplikasi pada penguatan kinerja impor dewasa ini. Namun, kinerja ekspor relatif masih lemah akibat rendahnya permintaan dunia sehingga neraca perdagangan cenderung defisit. Menyikapi hal ini, pemerintah akan terus mengupayakan berbagai terobosan guna meningkatkan kinerja ekspor seperti kebijakan diversifikasi baik dari sisi destinasi maupun komoditas ekspor. Hal yang paling penting, di tengah kontraksi global, ekonomi Indonesia tetap tumbuh cukup kuat.
Dalam tiga triwulan ini,ekonomi tumbuh rata-rata 6,3 persen dan pemerintah optimistis pertumbuhan agregat 2012 akan tetap di atas enam persen dengan dukungan dua mesin pertumbuhan, yaitu konsumsi masyarakat dan investasi. Dari sisi fiskal, ketahanan fiskal dewasa ini juga semakin kuat tercermin dari rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) yang cenderung turun.
Awal 2000, rasionya masih di atas 80 persen, dan kini turun menjadi 24 persen. Realisasi defisit fiskal dalam lima tahun terakhir dapat dijaga di kisaran satu persen dari PDB. Hal ini tentu akan meningkatkan fleksibilitas fiskal dalam pembiayaan pembangunan dan menunjukkan masih tersedianya ruang fiskal yang cukup untuk antisipasi dampak krisis global.
Prospek 2013
Pada 2013, pemerintah melihat ekonomi global masih diwarnai tekanan dan ketidakpastian. Karena itu, pemerintah telah menyiapkan sejumlah instrumen proteksi krisis untuk menjaga stabilitas pertumbuhan dan ekonomi. Untuk mengamankan target pertumbuhan 6,8 persen 2013, pemerintah akan tetap memaksimalkan dua mesin pertumbuhan, yaitu konsumsi masyarakat dan investasi.
Pentingnya penguatan konsumsi masyarakat didasari faktor alamiah bahwa Indonesia adalah negara dengan populasi terbesar ke-4 dunia, yaitu 240 juta jiwa. Dengan penduduk besar, berarti daya dukung konsumsi masyarakat terhadap pertumbuhan juga semakin besar. Terbukti, dalam tiga tahun terakhir, rata-rata distribusi konsumsi masyarakat terhadap pembentukan PDB mencapai 57 persen. Selain itu, melalui momentum demographic dividend (suatu fenomena di mana populasi didominasi oleh usia produktif) akan mendorong penguatan konsumsi masyarakat.
Tumbuhnya kelompok middle income class dewasa ini juga semakin memperkuat kontribusi konsumsi masyarakat terhadap pertumbuhan ekonomi. Diperkirakan, Indonesia akan menikmati puncak dari keuntungan tersebut di 2030. APBN 2013 juga didesain untuk memberikan penguatan bagi konsumsi masyarakat melalui berbagai program seperti Program Keluarga Harapan, Program Jamkesmas, dan PNPM Mandiri. Selain itu, penguatan konsumsi masyarakat juga dilakukan melalui alokasi berbagai subsidi baik subsidi energi maupun subsidi nonenergi.
Kebijakan yang tidak kalah penting untuk tetap menjaga daya beli masyarakat adalah kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebesar 55 persen mulai Januari 2013. Stimulus fiskal ini diharapkan akan efektif mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan tetap menjaga aspek kesetaraan ekonomi masyarakat.
Untuk meningkatkan investasi langsung, khususnya PMA, pemerintah akan terus menjaga iklim investasi yang baik dan mengevaluasi insentif fiskal. Saat ini, telah disediakan tax holiday untuk beberapa industri pionir, berupa pembebasan PPh Badan selama 5-10 tahun dan dua tahun berikutnya hanya membayar 50 persen PPh Badan.
Selain itu, juga disediakan tax allowance berupa fasilitas kemudahan berinvestasi dengan pengurangan penghasilan neto 30 persen, depresiasi dan amortisasi dipercepat, pengurangan tarif dividen, dan perpanjangan masa kompensasi kerugian. Melalui penguatan konsumsi masyarakat dan investasi, diharapkan resiliensi pertumbuhan ekonomi terhadap krisis dapat ditingkatkan.Ketika intensitas krisis semakin dalam dan kinerja ekspor terus melemah, konsumsi masyarakat dan investasi menjadi penyeimbang untuk tetap menjaga ekonomi agar bisa berekspansi.
Skenario ini terbukti efektif diterapkan ketika krisis 2008/2009. Bahkan diharapkan kontribusi komponen investasi terhadap pertumbuhan ekonomi 2013 (share to growth) akan melampaui konsumsi masyarakat. Selain kebijakan di atas, pemerintah juga telah menyiapkan sejumlah kebijakan strategis guna menjaga pertumbuhan dan stabilitas ekonomi 2013, seperti alokasi dana APBN untuk belanja modal yang lebih besar, yaitu Rp216 triliun atau meningkat 28 persen, pembentukan tim evaluasi untuk mendukung penyerapan belanja (TEPPA), peningkatan anggaran infrastruktur untuk mendukung ketahanan energi, ketahanan pangan, konektivitas domestik, serta destinasi pariwisata, dan merancang ulang kebijakan subsidi harga menjadi subsidi yang tepat sasaran.
Upaya efisiensi subsidi energi antara lain dilakukan melalui pengendalian volume dan beban subsidi BBM (sistem subsidi tertutup, pembatasan penggunaan BBM bersubsidi), program diversifikasi BBM ke energi alternatif, penyesuaian tarif tenaga listrik (TTL), menurunkan pemakaian BBM pada pembangkit listrik dan mengoptimalkan penggunaan gas, batu bara, panas bumi, dan energi non-BBM lainnya, serta menurunkan susut jaringan.
Dari sisi regulasi, pemerintah juga telah menerbitkan regulasi untuk pengadaan lahan untuk kepentingan umum (Perpres 71/2012) dan melalukan revisi terhadap aturan pengadaan barang/jasa pemerintah melalui Perpres70/ 2012. Pemerintah juga menyadari bahwa ekonomi Indonesia 2013 akan dihadapkan pada sejumlah tantangan berat mulai dari ketidakpastian pemulihan krisis Eropa, volatilitas harga minyak dunia dan komoditas lainnya, beban subsidi energi yang semakin besar, hingga percepatan pembangunan infrastruktur.
Bahkan ketidakpastian pemulihan krisis global saat ini pun telah berdampak pada perlambatan pertumbuhan di sejumlah negaranegara berkembang termasuk China dan India yang melambat hingga di bawah rata-rata pertumbuhan dua tahun terakhir. Namun, pertumbuhan ekonomi Indonesia justru cukup kuat dan stabil.
Menurut McKinsey (September, 2012) volatilitas pertumbuhan Indonesia merupakan yang terendah di dunia, hal ini juga didukung oleh pernyataan The Economist (November, 2012) bahwa Indonesia merupakan negara dengan pertumbuhan paling stabil selama 20 triwulan terakhir. Pencapaian tersebut menjadi momentum bagi Indonesia untuk terus mempertahankan pertumbuhan ekonomi di tengah krisis ekonomi dunia dengan memanfaatkan berbagai peluang emas seperti bonus demografi dan daya tarik investasi.
Di samping itu, pemerintah pun telah terbukti mampu menjaga stabilitas pertumbuhan tanpa mengorbankan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan kebijakan fiskalnya. Dengan kinerja makroekonomi dan fiskal yang baik dilanjutkan oleh kebijakan-kebijakan yang mendukung, pemerintah optimistis segala tantangan tersebut bisa dihadapi dengan baik.
Analisis :
Pencapaian
perekonomian indonesia yang dianggap baik pada tahun 2012 dengan bisa menekan
pertumbuhan inflasi dan menguatnya dari sektor investasi perlu dipertahankan
ditengah krisis global dan ketidakpastian perekonomian eropa. Dan diharapkan
bisa mempertahankan prestasi tersebut di tahun 2013.
Sumber :